Oleh " A. asyad Al-Ghifari
BAGIAN 2
Nining mematung beberapa detik. Tangannya gemetar. Surat yang diberikan oleh pria itu, perlahan jatuh diatas sajadah panjang yang masih didudukinya. Lembayung senja di waktu ashar tak lagi indah. Mendung gelap pekat tak hanya mengundang embun namun mendatangkan hujan yang lebat. Bukan di langit. Namun, di mata cantiknya. Di hati lembutnya. İa akan kehilangan penyemangat hidupnya. Seseorang yang selalu bisa membuat dirinya menjadi lebih baik lagi. Seseorang yang karenanya, ia bisa mendapatkan nilai tertinggi. Bukan karena dia memberikan pelajaran intensif kepadanya. Jauh dari itu, hanya karena kehadiran sosoknya yang selalu ada. Karena dimata Nining, ia lebih dari sekedar embun di pucuk daun yang menyejukkan ataupun kunang-kunang penuntun jalan pulang.
Fahri yang sengaja membuat surat itu dengan beberapa bumbu canda tawa yang bertujuan untuk menghibur Nining dan membendung tangisnya, nampaknya apa yang ia harapkan jauh meleceng dari realita yang ada. Bumbu candatawa belum bisa mengalahkan asinnya garam kesedihan di hati Nining. Ia luluhlantah, porak poranda, hatinya telah terbombardir, hatinya kini banjir dengan laut luka. Bibirnya perlahan mulai bergetar, tak kuasa menahan jeritan tangis di hatinya. Kali ini ia hanya bisa menahan raungannya dengan merapatkan erat kedua bibir. Tangan tak kuasa bergerak untuk menutup erangan yang mungkin bisa menggema dari bibir Nining. Erangan hati sang putrid yang bisa menjadi teriakan yang akan mengherankan se-isi rumah. Untungnya bibirnya masih sanggup menahan erangan itu.
Nining kembali menyungkurkan wajahnya pada Tuhannya. Karena ia tahu, bahwa ia sekedar hamba. İa tak memiliki daya kecuali dari-Nya. Setelah sekian lama wajah cantiknya diliputi kebahagiaan, Nining seperti jatuh di dasar laut yang dalam. İa tak bisa memandang apapun lagi. Bulir bulir bening terus mengalir dari kedua matanya. İa masih terpejam dalam sujud. Tenggelam dalam doa doa yang tak bisa terucap oleh kedua bibirnya. Hatinya seperti tak lagi utuh. İa hanya menangis dan menangis. Di genggam surat itu kuat-kuat di pandanginya tulisan yang rapi dari tangan lelaki itu. İa baca berulang-ulang dan memastikan bahwa itu semua bukan mimpi. İa tak peduli dengan pengakuan Fahri yang memiliki rasa yang sama dengan dirinya. İa tak peduli lagi itu. Karena ia hanya peduli dengan jarak yang akan, bahkan telah memisahkan mereka saat ini. Air matanya menetes kembali, jatuh tepat di surat itu dan membuat beberapa tulisan di surat itu menjadi kabur. Lagi-lagi, ia tak peduli dengan tulisan yang kabur itu. İa hanya bertanya-tanya, mengapa fahri tidak memberitahukan berita hijrahnya kepadanya. Nining fikir, fahri telah benar-benar mempercayainya. Mereka telah bersahabat sejak kelas satu SMA. banyak hal yang mereka lalui bersama. Banyak cerita yang mereka ciptakan. Mereka saling menukarkan cerita masa lalu mereka. Mereka sering makan dikantin bersama, ke perpustakaan bersama bahkan jika liburan tiba mereka bermain bersama di pantai atau di tempat yang menurut mereka indah.
Dengan kaki yang masih bergetar, Nining berusaha untuk berdiri. Hatinya sangat ingin berlari untuk menemui fahri yang entah sekarang telah berada di bandara atau masih menetap dirumah. İa ingin melayangkan tinju di punggungnya dan berbagi air mata dengannya karena ia telah tega kepada Nining. Jauh dari itu, fahri masih meninggalkan beribu kenangan disini. Meskipun handphone nya tergeletak di sampingnya, ia enggan untuk menghubungi fahri. Perasaannya sedang tak karuan dan ia ingin menyediri untuk beberapa waktu. Tanpa fahri, senja di waktu ashar, handphone maupun segala kenangan tentang mereka(?). Ya, tanpa semua itu.
Apalah daya, Nining tak mampu walau hanya berjalan satu langkah, beku tubuhnya terbawa akan rasa sakit yang tertancap dalam hatinya, ia terpaku. Niningpun tersungkur bersujud diatas sajadah merahnya, diam beberapa saat. Hingga akhirnya keluar beberpa kata dari bibir tipisnya. Dengan terbata-bata lirih ia berkata “Ya Allah, kenpa harus ada rasa seperti ini. Manis rasa bak madu hutan rimba sejak awal kami bersua, berubah menjadi pahit gula yang manis di angan namun sakit kala dikenang. Ya Allah, kenapa takdir-Mu begitu berat.”
Tertatih lirih Nining menyebut nama Fahri dalam sujud gundahnya sambil tersendat rasa sedih “Fa.. Fah.. Fahriii… aku mencintaimu, dan masih akan terus ingin ada bersamamu selama raga belum berpisah dengan ruhnya. Mungkin hingga maut menyapa mengajakku kepangkuan surga Tuhan semesta” sadarpun lenyap dari jasadnya.
Sedih yang kian mendera membuat Nining terlelap dalam tidurnya. Walau sejenak, dalam tidurnya Nining mengalami hal yang luar biasa. Entah ini adalah gambaran masa depan, ataukah hanya buah tidur semata.
Allah memang tak pernah Bohong akan janjinya. Di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Ini adalah salah stu petikan dalam surat yang sering Nining baca (surat al-Insyiroh / Alamnasyroh) seusai mengerjakan sholat lima waktu. Keberkahan surat ini, membawakan kasih sayang Allah kepada Nining. Lewat mimpi Allah memberikan setetes penawar duka agar Nining terhibur dan lebih tegar dalam menghadapi pertunjukkan hidupnya yang penuh klimaks, dan tak kunjung menemukan solusi. Masalah seakan bertubi tanpa henti.
Dalam senyapnya pejaman mata, Nining bermimpi yang entah kenapa mimpi itu terasa nyata dan benar-benar seperti nyata. Kembali lagi, apakah ini sebuah gambaran masa depan atau hanya sebuah angan dan buah tidur semata.
***
***-(Dalam Mimpi)-***
Bersambung ….
Selasa, 04 April 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Memahami oranglain bukan berarti menyakiti dirimu sendiri (uraian berdasarkan buku "Filosopi Teras")
Mungkinkah kita mampu bertahan dengan rasa sakit yang terdalam? Kunci bahagia bagi Stoa adalah manakala kita terhindar dari nafsu-nasfu yan...
-
Memahami oranglain bukan berarti menyakiti dirimu sendiri (uraian berdasarkan buku "Filosopi Teras")Mungkinkah kita mampu bertahan dengan rasa sakit yang terdalam? Kunci bahagia bagi Stoa adalah manakala kita terhindar dari nafsu-nasfu yan...
-
Teruntuk senja.. Terangilah soreku dengan warnamu.. Dengan keindahan yang tak kutemui dimanapun.. Dengan rasa yang tak ku jumpai pada sia...
-
Kita pernah tak menyerah meski akhirnya sadar bila dipaksakan itu jatuhnya tidak baik. Kini, kau dan aku memutuskan untuk berhenti. Selamat ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar